Jakarta, Usulan untuk 'mengebiri' pelaku kekerasan seks pada anak menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Namun jangan membayangkan organ reproduksi sang penjahat akan dipangkas. Tekniknya sama sekali berbeda dengan kebiri biasa.
"Dulu, yang namanya kebiri itu diangkat biji kemaluannya. Kalau sekarang sudah bisa pakai obat-obat yang disuntikkan," kata Dr Nur Rasyid, SpU(K), pakar urologi dari RS Cipto Mangunkusumo, seperti ditulis Senin (19/5/2014).
Jenis obat yang disuntikkan adalah Luteinizing hormone-releasing hormone (LH-RH) agonists, yang fungsinya menghambat pembentukan hormon testosteron. Ketika kadar hormon testosteron berkurang, salah satu efeknya adalah libido atau gairah seks yang menurun.
Pemberian obat LH-RH agonist juga memberikan pengaruh pada kesuburan, karena produksi spermatozoa akan terganggu. Secara teknis, bisa diartikan efek kebiri secara kimia atau chemical castration ini tidak jauh berbeda dengan kebiri biasa atau surgical castration.
Namun demikian, chemical castration tidak memberikan efek permanen seperti halnya kebiri biasa. Untuk mempertahankan efeknya pada libido maupun kesuburan, obat-obat tersebut harus disuntikkan lagi tiap periode waktu tertentu tergantung jenis obat dan dosis yang diberikan.
"Macam-macam, ada yang 1 minggu hingga 1 tahun. Yang beredar di Indonesia, paling lama bisa bertahan selama 3 bulan," jelas Dr Rasyid.
Usul untuk memberikan hukuman kebiri secara kimia kepada pelaku kekerasan seks pada anak dikemukakan oleh Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam rapat koordinasi dengan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu. Usulan ini memicu pro dan kontra, utamanya terkait isu hak asasi manusia.
Sumber : health.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar